Penulis : Prof Drs H Asjmuni Abdurrahman
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : Kedua, September 2003
Tebal : 64 halaman
Harga : Rp. 9.500,00
Dalam
memutuskan suatu hukum, selain Al-Qur’an dan Sunnah Shahihah digunakan
qaidah-qaidah fiqhiyyah sebagai pelengkap metode yang akan mengantarkan kepada
pemecahan permasalahan lewat rujukan Qur’an dan Sunnah Shahihah. Dituliskannya
qaidah-qaidah fiqhiyyah, memberikan bahan dan sarana untuk melakukan istimbath
khususnya dalam bidang mu’amalah yang memerlukan pemikiran yang cepat.
Buku
dibuka dengan pengertian Qawa’id Fiqhiyyah, yang terdiri dari dua kata yakni
“qawa’id” dan “fiqhiyyah”. “Qawa’id” kata jamak dari Qaidah, yang menurut bahasa
Qawa’id berarti dasar-dasar dan kata “fiqhiyyah” berasal dari fiqh, yang
berarti faham, yang menurut istilah berarti kumpulan hukum-hukum syara’ yang
bertalian dengan perbuatan mukallaf, yang dikeluarkan dari dalilnya yang
terperinci. Pengertian Qa’idah Fiqhiyyah dalam susunan kata sifat dan yang
disifati, berarti ketentuan aturan yang berkenaan dengan hukum-hukum fiqh yang
diambilkan dari dalil yang terperinci (hlm. 3).
Qa’idah
Fiqhiyyah dirumuskan secara umum dari hukum-hukum furu’ yang banyak dan serupa.
Berdasarkan pengamatan terhadap satuan hukum dalam Al-Qur’an, ketentuan dari
hukum itu melarang melakukan sesuatu yang membawa kerusakan. Oleh karena itu
Qa’idah Fiqhiyyah termasuk kumpulan hukum fiqh, tetapi melihat namanya akan
lebih dekat pada ilmu Ushul Fiqh (qa’idah-qa’idah rumusan cara-cara
mengeluarkan hukum dari dalil). Penyusunan ilmu Ushul Fiqh secara formal pada
abad kedua Hijriyah sedang Qa’idah Fiqhiyyah baru disusun mulai abad keempat
atau kelima Hijriyah dan terpisah dari kitab Ushul Fiqh, barulah pada
akhir-akhir ini qa’idah-qa’idah kuliyah fiqhiyyah dimasukkan ke dalam
kitab-kitab Ushul Fiqh (hlm. 8).
Dasar-dasar
perumusan Qa’idah Fiqhiyyah, meliputi dasar formal dan material. Dasar formal penyusunan
Qa’idah Fiqhiyyah ialah yang digunakan ulama dalam melakukan istimbath dan
ijtihad yaitu al-Qur’an dan as Sunnah. Adapun dasar material atau bahan-bahan
yang dijadikan rumusan kata-kata Qa’idah itu dari nash Hadits (hlm. 9).
Kemudian
dalam buku ini dijelaskan mengenai perkembangan penyusunan Qa’idah Fiqhiyyah
yang berbeda dengan penyusunan ilmu ushul fiqh dan perkembangannya. Menurut
salah seorang ulama Hanafiyah, Zainul Abidin Ibrahim bin Muhammad bin Bakar,
penyusun pertama Qa’idah Fiqhiyyah ialah Abu Thahir Ad Dabbas seorang ulama
ahli Rakyi di Iraq yang hidup sekitar abad 3 Hijriyah. Beliau menyusun 12
Qa’idah Fiqhiyyah. Sesudah itu tampillah Imam Abdullah bin Umar bin Isa Al
Qadhiy menyusun kitab “Ta’sisun Nadhar” dan mulai abad ketujuh Hijriyah banyak
disusun kitab Qa’idah Fiqhiyyah di kalangan Madzhab Hanafiy maupun lainnya
(hlm. 18).
Dijelaskan
pula mengenai lima qa’idah kulliyah dalam isi buku. Qa’idah pertama memberi
pengertian bahwa setiap amal perbuatan manusia, baik yang berujud perkataan
maupun perbuatan diukur menurut niat si pembuat. Qa’idah kedua dapat
disimpulkan apabila seseorang telah meyakini terhadap suatu perkara, maka yang
telah yakin ini tidak dapat dihilangkan dengan yang masih ragu-ragu. Untuk
qa’idah ketiga pada intinya menyuruh untuk menghindari hal-hal yang
mendatangkan kerusakan. Qa’idah keempat dimaksudkan agar syari’at islam dapat
dilaksanakan oleh hamba/mukallaf kapan dan dimana saja, yakni dengan memberikan
kelonggaran atau keringanan di saat seseorang menjumpai kesukaran atau
kesempitan, karena datangnya syari’at Islam pada hakekatnya adalah untuk
menciptakan kabahagiaan bagi manusia di dunia sampai di akhirat, contohnya
dalam keadaan musafir dibolehkan mengqashar shalat, dibolehkan berbuka puasa
bagi musafir dan orang sakit. Dan berdasar qa’idah kelima dapat disimpulkan adat
yang berlawanan dengan nash atau jiwa syari’at tidak boleh dijadikan
pertimbangan hukum, diantaranya adalah adat yang menghilangkan hak waris anak
wanita.
Penulis
dalam buku ini menyatakan bahwa yang dikemukakan mengenai sejarah perkembangan
qa’idah fiqhiyyah hanyalah kesan, bukan data yang kuat sehingga tidak dapat diketahui
dengan pasti kapan mulai disusun dan siapa pencetus dan perumus utama qa’idah
fiqhiyyah. Namun penerbitan kembali buku Qawa’id Fiqhiyyah ini telah mengalami berbagai revisi di dalamnya dengan isi buku
dan bahasa yang mudah dipahami untuk dapat lebih menambah referensi bagi umat
Islam pada umumnya dan warga Muhammadiyah pada khususnya dalam memahami
penetapan suatu hukum Islam. Karena buku ini selain dipakai untuk melengkapi
rujukan juga bisa dipakai oleh pemula dan orang awam sebagai pintu masuk untuk
belajar memahami hukum Islam.
( DIRESENSI OLEH : HANIFAH HIDAYATI )
No comments:
Post a Comment