Oleh: Noor Aini
Menjadi seorang mahasiswa adalah suatu
perjuangan. Termasuk di dalamnya adalah perjuangan mencucurkan keringat untuk
melangkah dan bergerak di tempat magang. Aku beserta teman-teman satu angkatan
melanjutkan kisah kami yang belum lama keluar dari zona nyaman semester 1,
untuk mengambil sebuah mata kuliah pilihan yang menurut kami cukup menantang, mata
kuliah Magang. Pada mata kuliah ini, kami diberikan kebebasan untuk memilih
tempat magang yang sesuai dengan selera kami masing-masing dengan syarat satu
universitas maksimal untuk dua mahasiswa. Sementara tugas kami ke depan selama
magang adalah untuk menjadi seorang asisten dosen. Hari demi hari berganti,
kamipun telah mantap dengan lokasi magang yang akan dituju. Senyuman riang nan tenang
terukir di wajah teman-temanku kala itu. Tentu saja, karena mereka berhasil menduduki
Prodi Pendidikan Matematika yang memang sesuai pada bidangnya di kampus magang
mereka. Namun, berbeda halnya denganku dan satu kawanku yang justru begitu
bersyukur karena telah mengambil Prodi Guru Madrasah Ibtidaiyah di Universitas
Negeri Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.
LANGKAH SEMANGAT PERTAMA
Setelah beberapa hari penerjunan, akhirnya
aku dan temanku tinggal menyesuaikan jadwal mata kuliah yang serumpun
dengan bidang kami. Hari
Selasa terjadwal mata kuliah Metodologi Penelitian Pendidikan yang rencana akan
aku ambil sebagai observasi awal dalam magang ini. Komunikasi kesepakatan dengan Kepala Prodi
dan dosen pengampu yang bersangkutan sudah terjalin dan sudah dipastikan bahwa
dosen pengampu mata kuliah tersebut akan masuk di hari Selasa pukul 08.45. Namun,
di hari itu pula aku
mempunyai target lain yaitu mengambil Surat Keterangan Catatan Kepolisian
(SKCK) di Polres Klaten sebagai syarat pengajuan Calon Pegawai Negeri Sipil
(CPNS). Cukup berat kupikirkan saat itu karena dua tempat tersebut letaknya
bagaikan di kutub utara dan kutub selatan, sementara waktu yang harus kutempuh
begitu sempit.
Tidak ambil lama untuk berpikir, akupun
memutuskan untuk pergi ke Polres terlebih dahulu. Pukul 07.00, aku sudah sampai
di Polres, tetapi belum dibuka. Sebuah keranjang kotak disediakan di depan
loket untuk pengumpulan berkas bukti-buktinya. Aku memasukkan berkasku di
keranjang tersebut dan sudah cukup banyak berkas-berkas yang berada di bawahku.
Dimungkinkan antrianku akan cukup lama. Apakah waktunya akan cukup, batinku
resah dengan tangan yang masih memegang berkas di atas keranjang. Dengan bekal
nekat, akupun melepaskan berkasku dan berharap bisa mencapai target waktu yang
sudah kurencanakan. Pukul 07.30, kegelisahanku mulai berkecamuk karena pintu loket belum saja dibuka,
sementara waktu terus berjalan dan semakin sempit. Namun beberapa detik
kemudian, suara kunci pintu loket terdengar, yang sekaligus mengubah kekhawatiranku
menjadi semangat untuk mengantri. Seorang petugas loket mengambil seluruh
berkas dari dalam keranjang dan memanggil satu per satu sesuai antrian berkas.
Tiba namaku dipanggil, aku begitu lega. Akhirnya, aku bisa mengambil SKCK-ku
jam 8 kurang beberapa menit saja, walaupun targetnya maksimal jam 8 aku harus keluar.
Tetapi, sesuatu yang diucapkan petugas loket harus membuatku berpikir kembali.
“Mbak, maaf untuk pengambilan SKCK bukan di
sini. Coba di lobi sana,” ucap petugas tersebut.
Akupun menghela napas seraya mengambil
berkasku dari tangan petugas tersebut.
Namun, hal itu tidak membuatku putus harapan.
Walaupun jam sudah menunjukkan pukul 8 lebih beberapa detik, aku mencoba untuk
mencari lobi tersebut. Dan Alhamdulillah, setelah beberapa kali bertanya dan
merayu petugas, akhirnya aku berhasil mendapatkannya dengan waktu menunjukkan
sekitar pukul 08.10. Entah kenapa rasanya selama di kantor Polres, aku selalu
mengamati jam tanganku.
Keluar dari parkiran pukul 08.15, mulailah
menjadi seorang pembalap. Dengan jarak tempuh sekitar 30 km dengan waktu 30
menit, aku harus bisa sampai di kelas Metodologi Penelitian Pendidikan. Namun
apa daya, aku pun terjebak macet. Aku hanya bisa fokus pada jalanan sambil menghela
napas berkali-kali. Tidak sanggup kupikirkan lagi tentang cara aku bisa sampai
tepat waktu karena sudah pasti aku terlambat. Akupun hanya pasrah dan menikmati
kemacetan tersebut.
Pukul 09.10, aku sampai di depan kelas dengan
napas yang masih terengah-engah karena harus berjalan cepat dari parkiran dan
melewati tangga untuk bisa sampai ke lantai empat. Kubuka pelan pintu kelas
tersebut sambil siap-siap menahan malu atas keterlambatanku. Ketika suasana seluruh
ruang kelas mulai tampak di mata, lagi-lagi aku harus menghela napas. Aku
begitu kaget ketika banyak kursi di ruang tersebut yang tidak satu pun diduduki.
Di manakah orang-orang, apa aku salah kelas, pikirku. Sambil mengeluarkan handphone,
akupun memastikan kembali no. ruang kelasnya dari kiriman WA (WhatsApp) dan memang
benar di tempat itu. Karena bingung,
maka akhirnya aku menghubungi Kepala Prodi. Beruntung saat itu langsung
direspon dengan cepat. Beliau pun berusaha menghubungi dosen pengampu tersebut.
Beberapa menit setelahnya, terdengar suara dering
pesan WA masuk. Kubuka dan kubaca pesan dari Kepala Prodi yang intinya pada
saat itu perkuliahan Metodologi Penelitian pendidikan diliburkan karena dosen
yang bersangkutan sedang ada acara mendadak. Kepala Prodi kemudian meminta maaf
atas hal itu. Merasakan permintaan maaf tersebut, justru aku yang malah tidak enak terhadap
beliau. Beliau begitu baik dan perhatian terhadapku. Aku pun membalas kalau
tidak mempermasalahkan hal tersebut dengan ikon smile sebagai tanda kalau
aku santai dan menikmati perjuangan itu. Untuk menghilangkan rasa bersalah itu,
aku juga mencari alasan bahwa aku tidak sia-sia datang ke sana dengan mengecek
kembali jadwal di hari Selasa. Beruntung dan memang sungguh beruntung, aku masih
punya kesempatan untuk masuk di kelas lain dengan mata kuliah yang sama Metodologi
Penelitian pendidikan, namun dengan dosen pengampu yang berbeda, pukul 10.30
nanti. Alasan itulah yang kemudian kugunakan untuk menenteramkan hati sang
Kepala Prodi. Beliaupun kembali sigap untuk menghubungi dosen tersebut, begitu
pula denganku yang juga ikut segera menghubunginya. Akhirnya dosen pengampu
mata kuliah tersebut yang kemudian resmi menjadi dosen pembimbing magangku, mengizinkanku
untuk masuk di kelasnya hari itu. Aku sangat lega mengetahui hal itu dan baru
bisa mengingat untuk mengambil beberapa teguk air dari botol minuman yang
kubawa dari rumah sembari menunggu waktu yang telah ditentukan.
Menit demi menit berganti.
Setengah jam sebelum kelas
dimulai, terdengar kembali
suara dering pesan WA masuk. Kurogoh tasku dengan segera barangkali itu pesan
dari dosen pembimbing. Dan benar, nama beliau menjadi salah satu berkode
lingkar hijau dari daftar chats di WA-ku. Aku mengerutkan kening ketika
sekilas membaca ada kata kunci “terlambat” di dalam pesannya. Dengan jari
jempol kananku, aku menyentuh nama beliau.
Hari ini saya agak terlambat. Silakan bisa
diisi dengan perkenalan dan materi awal dulu.
Hatiku sedikit tersentak dan pikiranku
menjadi keruh. Aku menghela napas kembali untuk bisa tetap tenang sambil mencoba
memikirkan materi seperti apa yang harus kusampaikan pada mahasiswa-mahasiswa
yang tersaring melalui jalur SNMPTN tersebut. Jalan pikiran mereka pastilah
lebih tajam, terlebih aku tidak mempunyai persiapan sama sekali mengenai mata
kuliah itu karena niat di awal pertemuan hanya untuk observasi, bisa-bisa aku
yang akan terkena demam panggung. Kurang setengah jam lagi, apa yang harus
kulakukan. Kebingungan dan keresahan melandaku waktu itu. Tapi apa boleh buat, dengan
modal percaya diri, akupun memberanikan diri untuk memasuki panggung perkuliahan.
Langkah kakiku telah mendekati pintu kelas.
Sesaat setelah sampai di depan pintu, aku menghentikan langkah dengan sedikit
mengintip isi ruangan kelas tersebut. Semua mahasiswa telah berkumpul dan siap
untuk belajar. Aku mengambil napas dalam-dalam, lalu melangkah untuk tampil di
hadapan mereka. Ketika aku masuk kelas dan menaruh tasku di bawah kaki meja
dosen, suasana langsung menjadi hening. Suara gurauan mereka yang awalnya
terdengar dari depan pintu seketika menjadi sunyi dengan tatapan mata penasaran
mereka yang mengarah padaku.
“Assalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh,” salamku pada mereka semua, sekaligus untuk memecah suasana.
“Wa'alaikumussalam Warahmatullahi
Wabarakatuh,” sahut mereka dengan kompak.
“Ibu, dosen baru ya di sini?” tanya seorang
mahasiswi yang mungkin sudah tidak tahan dengan rasa keingintahuannya.
Aku tersenyum tipis mengawali balasan, lalu menyampaikan
nama, asal, dan tugasku selama di kelas itu. Tidak sedikit pula dari mereka
yang bertanya hal lain tentang diriku. Aku pun menjawabnya dengan senyum
ramah dan memberi sedikit gurauan. Terlihat dari pandangan awal,
mereka begitu seru dan kompak. Berhadapan dengan mereka ternyata tidak jauh
berbeda ketika menghadapi murid-murid di sekolah tempat aku mengajar. Akupun
mulai merasa nyaman dengan suasana kelas.
Setelah perkenalan dirasa cukup, aku mulai
menyampaikan materi sebatas apa yang pernah aku terima selama diperkuliahanku
dulu. Mereka semua begitu antusias mengikuti perkuliahan yang kusampaikan. Di sela-sela
keseriusan mereka, aku mencoba mencari tahu tugas seperti apa yang telah mereka
dapatkan dari dosen pembimbing. Mereka menjawab kalau mereka mempunyai tugas
individu untuk membuat outline serta tugas kelompok untuk membuat
makalah dan presentasi. Akupun menawarkan diri kepada mereka untuk boleh
menanyakan tugas-tugas mereka tersebut melalui WA grup yang kebetulan pada saat
itu nomerku langsung dimasukkan ke dalam grup kelas mereka.
Lima belas menit sebelum perkuliahan
berakhir, dosen pembimbingku akhirnya datang. Posisi kursi depan, dekat papan
tulis kembali diduduki oleh beliau. Beliau menyampaikan permohonan maafnya
kepada para mahasiswa atas keterlambatannya karena ada acara penting yang tidak
bisa ditinggalkan. Beliau juga kembali memperkenalkanku secara singkat di
hadapan mahasiswa dengan tugasku nantinya adalah mendampingi presentasi
kelompok mereka setiap hari Selasa.
Perkuliahanpun berakhir. Aku langsung berpamitan
kepada dosen pembimbing setelah beberapa saat menyerahkan berkas-berkas format lampiran
selama magang bersama beliau nantinya. Dalam perjalanan ke kampus halaman,
justru pikiranku dibingungkan dengan tugas magangku ke depan. Jika setiap pertemuan
aku hanya mendampingi mahasiswa presentasi, itu artinya aku tidak mengajarkan
materi secara langsung pada mereka. Aku hanya akan mengamati mereka saja. Lalu,
bagaimana aku bisa mendapatkan nilai magang yang maksimal jika aku tidak
mengajar di kelas. Kebingungan itu yang kemudian membuatku melangkah menuju
dosen pengampu mata kuliah Magang untuk memperoleh bimbingan dari beliau.
LANGKAH SEMANGAT KEDUA
Pukul 10.10, aku sudah sampai berada di dalam
kelas. Kali ini langkahku menuju kampus magang tidak sesulit pertemuan
sebelumnya. Selang 20 menit sebelum kuliah dimulai, aku menyempatkan diri untuk
membaca buku referensi mengenai materi yang akan dipresentasikan oleh kelompok
pertama, yaitu tentang Penelitian
Kualitatif. Aku merasa lebih siap untuk mendampingi mereka, terlebih setelah
mendapatkan bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah Magang mengenai
teknik-teknik yang tepat apabila pembelajaran di dalam kelas dilakukan dengan
presentasi. Beliau mengatakan untuk pembelajaran setingkat mahasiswa memang
lebih efektif melalui kegiatan presentasi apalagi mata kuliah tersebut berisi
teori-teori, sehingga diharapkan dengan presentasi maka pembelajaran di kelas
akan lebih hidup dengan berbagai pertanyaan dan diskusi bersama.
Waktu menunjukkan sekitar jam sepuluh lewat
empat puluh lima menit, presentasipun dimulai. Posisi dudukku langsung menyesuaikan
seperti peserta mahasiswa yang lain, sehingga aku bisa mengamati kelompok
presentasi dengan lebih nyaman. Setelah kelompok tersebut menyampaikan hasil
presentasinya, tibalah sesi tanya jawab. Pada sesi tersebut, banyak pertanyaan
yang terlontar dari para peserta, lalu kelompok yang di depan pun dengan cepat menjawabnya. Suasana
pembelajaran benar-benar menjadi seru, bahkan sempat terjadi perdebatan karena
kesalahpahaman yang disampaikan kelompok pertama dengan pertanyaan yang
diberikan oleh seorang peserta. Saat itulah, aku mulai beraksi menjembatani
kesalahpahaman tersebut dan akhirnya kedua belah pihak berhasil diluruskan.
Suatu kebanggaan untuk yang pertama kalinya ketika aku bisa menjelaskan pada
mereka tingkat mahasiswa, hingga bisa memahami penjelasanku.
Setelah kegiatan presentasi selesai, aku
berdiri di hadapan mahasiswa untuk menyampaikan hal-hal yang perlu mendapat
penekanan pada materi yang baru saja disampaikan oleh kelompok pertama. Tidak
terlalu banyak yang harus kujelaskan dalam tahapan itu karena mereka sudah
cukup paham ketika dalam sesi tanya jawab. Waktu masih tersisa sekitar setengah
jam. Kumanfaatkan waktu tersebut untuk menjelaskan tentang macam variabel dan
pengertian hipotesis. Setelah jam perkuliahan berakhir, dosen pembimbing yang
sejak awal mengamati aksiku selama pembelajaran memberikan komentar bahwa
penyampaian sudah bagus dan mampu menghidupkan suasana kelas, mungkin bisa
ditingkatkan dengan model pembelajaran yang lain. Aku sangat bahagia
mendengarnya, namun lagi-lagi aku harus memikirkan tentang rencana pembelajaran
yang berbeda untuk pertemuan selanjutnya. Tidak masalah.
LANGKAH SEMANGAT KETIGA
Hari itu merupakan minggu ke-3 sejak awal perkenalan pertama
bersama para mahasiswa. Pertemuan yang memberikan semangat belajar yang luar
biasa di dalam kelas. Seperti biasa, pembelajaran dimulai dengan memberi salam
dan sedikit kata motivasi kepada mereka. Ketika mengatakan bahwa hari itu kita
akan melakukan klinik terhadap tugas outline, mereka begitu kegirangan,
tersenyum lebar, sambil menekuk siku dan mengepalkan kedua tangan. Ada yang
mengatakan kalau presentasinya sebentar saja agar kegiatan klinik mempunyai
waktu yang cukup lama. Ada juga yang mengatakan kalau tidak usah presentasi dan
langsung saja pada kegiatan kliniknya. Untuk mahasiswa semester 5 seperti mereka,
karakter semangat belajarnya tidak kalah dengan mahasiswa tingkat
atas. Respon mereka
membuatku tahu bahwa sebenarnya mereka sangat membutuhkan bimbingan untuk tugas
outline.
Namun,
ketika aku menanyakan
sesuatu pada mereka.
“Sudah sampai mana kalian mengerjakan outline-nya?”
“Belum,” jawab beberapa dari mereka kompak,
“Masih bingung cara buatnya. Sudah dicicil, tapi gak tahu benar salahnya.”
“Oya, berarti nanti coba satu sampel untuk
ditampilkan ya. Nanti kita koreksi bersama.”
Seketika beberapa dari mereka langsung
mengajukan diri untuk dijadikan sampel pengkoreksian dan justru aku yang merasa
kebingungan untuk memilih. Maka, kuputuskan untuk melakukan
pilihan nanti setelah
kegiatan presentasi selesai.
Presentasi dari kelompok dua berlangsung.
Pertemuan di hari itu membahas tentang masalah dan tujuan penelitian
kualitatif, struktur dan prosedur penelitian kualitatif. Pada tahap sesi tanya
jawab, kubatasi sampai tiga pertanyaan saja, mengingat akan ada klinik setelahnya.
Setelah kegiatan presentasi berakhir, segera kubuka laptop mungilku kemudian
kupasangkan kabel LCD padanya untuk menampilkan salah satu hasil pekerjaan outline
mahasiswa. Aku kembali menawarkan pada siapa yang pekerjaan yang akan
ditampilkan. Semangat mereka ternyata masih belum luntur. Justru semakin banyak
yang mengajukan diri. Lalu, kuputuskan untuk memilih hasil pekerjaan sang Ketua
Kelas atau yang sering kupanggil Dek Ucup. Dengan wajah datar, tenang, dan
tampak berwibawa, Dek Ucup melangkah menghampiriku. Semua teman-temannya
langsung menyorakinya dengan hangat. Bagiku, Dek Ucup terlihat menggemaskan dengan gayanya
itu. Santai, tidak banyak bicara, namun ketika suaranya keluar memiliki makna.
Flasdisk-nya telah berada dalam
genggaman tanganku, yang kemudian
langsung kutancapkan di laptop. Tampilan hasil karya sang Ketua Kelas
terpampang di layar kain putih dan siap untuk diberikan komentar bersama. Sejak
awal pembahasan dalam pembelajaran klinik, semua mahasiswa banyak yang bertanya.
Mereka benar-benar antusias, bahkan tidak hanya bersumber dari contoh outline yang ditampilkan,
tetapi komentar atau pertanyaan juga berasal dari hasil karya yang mereka buat
sendiri. Artinya dalam pembelajaran ini, satu contoh hasil karya bisa mewakili kebenaran
atau kesalahan yang sama pada hasil karya semua peserta. Waktu tak terasa sudah
kelewat habis. Sebenarnya mereka masih ingin sekali melanjutkan pembelajarannya,
tetapi karena beberapa menit lagi kebetulan aku ada jadwal kuliah juga, maka
dengan berat hati kami tutup pertemuan tersebut dengan salam. Hasil dari
kegiatan klinik nantinya aku kirim lewat WA grup kelas dan lagi-lagi mereka begitu
senang mendengarnya.
LANGKAH SEMANGAT KEEMPAT
Aku kembali hadir di hadapan mahasiswa kelas B
ini. Kegiatan presentasi menjadi kegiatan wajib pada setiap pertemuanku. Hari
itu, materi yang disampaikan oleh kelompok yaitu mengenai Penelitian
Kuantitatif : Survey, Eksperimen, dan Korelasi. Pada sesi tanya jawab, mereka saling
melempar banyak pertanyaan. Presentasi selesai, kuberikan hal-hal yang
kujadikan penekanan pada materi tersebut. Kemudian, aku menginstruksikan
sesuatu yang seketika membuat wajah mereka berubah.
“Sekarang, silakan tutup semua bukunya!”
“Wah, mbak. Mau ngapain?” tanya seorang
mahasiswa tegang.
“Yang penting tutup semua buku dan catatannya
dulu,” kataku lembut seraya tersenyum pada mereka, mencoba mengisyaratkan bahwa
kegiatan tidak setegang yang mereka pikirkan.
Setelah semua buku ditutup atau dimasukkan ke
dalam tas, aku membuka sebuah file dari laptop yang sudah kupersiapkan
ketika presentasi berakhir untuk diperlihatkan ke layar LCD. Dua soal tersaji
dalam powerpoint yang ber-background merah. Aku meminta mahasiswa
untuk mengerjakan soal tersebut sesuai dengan pengalaman belajar yang mereka
peroleh selama perkuliahan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Dalam waktu
setengah jam, mereka selesai mengerjakan soal tersebut di atas satu lembar
kertas folio bergaris yang sebelumnya kubagikan, yang kemudian hasil pekerjaan mereka
dikumpulkan.
LANGKAH SEMANGAT KELIMA
Hari terakhir pertemuan magangku setelah dua
minggu terhenti karena selama masa itu di kampus magang ada kegiatan yang
memang meniadakan perkuliahan. Kegiatan pembelajaran di dalam kelas dilakukan
seperti biasa melalui presentasi. Namun, presentasi kali ini mendapatkan
sedikit kendala karena pemadaman listrik, sehingga mau tidak mau presentasi
dilakukan dengan ceramah tanpa tampilan powerpoint.
Gambar 1. Kegiatan Presentasi saat Listrik
Padam
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama
presentasi tersebut, mengindikasikan perhatian peserta mahasiswa terhadap
materi yang disampaikan kelompok, kurang. Mereka lebih banyak ngobrol sendiri,
merenung, atau menyibukkan diri mereka sendiri. Mungkin karena tidak ada
tampilan di LCD, sehingga tidak ada daya tarik mereka untuk memperhatikan.
Dengan kata lain, presentasi lebih seperti mendongengkan mereka. Bahkan pada
sesi tanya jawab, hanya dua mahasiswa saja yang bertanya dan jawaban dari pertanyaan
mereka pun sebenarnya sudah disampaikan saat kelompok tersebut mempresentasikan
materi pengertian Penelitian R&D dan model-model penelitian R&D di hari
itu.
Setelah selesai, aku kembali berdiri ke depan
untuk melakukan refleksi terhadap kegiatan yang baru saja dilakukan. Ketika terjadi
kendala dadakan sehingga tidak bisa memanfaatkan LCD, maka perlu bagi seorang
presenter untuk memanfaatkan media yang lain, seperti papan tulis yang bisa
digunakan sebagai pengganti powerpoint yaitu dengan menerangkan sambil
membuat catatan-catatan inti di papan tulis. Dengan demikian, peserta akan
memiliki arah atau gambaran dari materi yang sebenarnya ingin disampaikan,
jelasku. Namun, aku tetap memberikan jempol pada mereka atas sikap yang mereka
ambil. Mereka tidak mengeluh dan tetap lanjut untuk presentasi, walaupun
keadaannya demikian.
Mengingat kejadian itu, maka langsung terlintas
di pikiranku untuk meminta mahasiswa mengeluarkan selembar kertas dan
menuliskan kegiatan pembelajaran seperti apa yang menurut mereka menyenangkan,
tetapi bermakna. Dengan segera, merekapun menuliskannya secara detail, lalu
dikumpulkan. Waktu telah usai, aku berpamitan pada mereka dan diakhiri dengan
sesi foto-foto di dalam kelas.
LANGKAH SEMANGAT VIA WHATSAPP
Ternyata
semangat ingin tahu mahasiswa tidak hanya saat pembelajaran di dalam kelas.
Semenjak kami dipertemukan di awal jumpa, banyak mahasiswa yang bergantian
tanya atau diskusi bersama lewat WA. Mereka menanyakan tentang materi yang akan
disampaikan kelompok mereka sebelum presentasi, bahkan mengenai tugas outline
dengan topik mereka yang berbeda-beda, sehingga aku harus mencari referensi
untuk mereka yang berbeda-beda pula. Namun di balik penyerbuan
pertanyaan-pertanyaan mereka yang cukup kritis, jawaban yang kuberikan tentu tidak
terlepas atas bantuan dari dosen pengampu mata kuliah Magang-ku. Ketika aku
merasa kesulitan atas pertanyaan mereka dan kucari lewat referensi cetak, online,
ataupun teman yang justru membuatku semakin bingung, beliau yang langsung kujadikan
tempat diskusi. Terimakasih kuucapkan kepada beliau yang selalu membimbing dan memotivasi
kami.
Tujuh
hari setelah berpamitan di kelas, aku dan temanku magang satu universitas
akhirnya kembali berada di kantor Kepala Prodi untuk melakukan acara penarikan.
Namun, jauh dari perkiraan sebelumnya. Ketika memasuki ruangan, kami langsung
disambut hangat oleh Kepala Prodi, terlebih pada dosen pengampu mata kuliah
Magang yang ikut mendampingi kami, beliau langsung diserbu dengan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan kejurnalan. Tidak ingin ilmunya hanya
diketahui sendiri, Kepala Prodi langsung memanggil beberapa dosen yang lain
untuk ikut meramaikan acara penarikan tersebut. Kami begitu sangat bahagia
ketika melihat dosen-dosen di ruangan tersebut kegirangan mendapatkan ilmu yang
diperoleh dari dosen pengampu mata kuliah Magang kami. Bahkan, acara penarikan
tersebut terasa akrab dan meriah, sampai-sampai tidak terasa kalau waktu sudah
menunjukkan jam setengah dua belas dari jam sepuluh. Begitulah yang membuat
kami senang karena sudah magang di Prodi Guru Madrasah Ibtidaiyah di Universitas Negeri Islam Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Dosen dan mahasiswa yang kami kira harus
bersikap seformal mungkin, ternyata mereka sangat ramah dan penuh keceriaan. Banyak
ilmu yang telah kami peroleh selama magang.
No comments:
Post a Comment